Pak Surya, kepala sekolah di sebuah SMP swasta di kota kecil, duduk memandangi berita di layar TV ruang kerjanya. Judul besar di bawah layar menyebutkan: “Rupiah Tembus 16.000 per USD, Sekolah Swasta Kian Tertekan.” Ia menghela napas panjang. Tahun ini, kenaikan harga buku cetak, biaya operasional, dan perangkat pendukung sekolah seolah tak bisa lagi ditahan.
Tapi, di tengah tekanan itu, satu hal justru membuatnya tersadar: inovasi dan keberanian mengambil langkah berbeda adalah satu-satunya cara untuk bertahan dan bahkan tumbuh.
Alih-alih menurunkan standar, Pak Surya memilih bergerak. Ia mulai mengadopsi digitalisasi sekolah bukan hanya sebagai solusi teknis, tapi sebagai strategi menyeluruh. Ia memanfaatkan sistem-informasi-sekolah untuk merapikan data siswa, guru, dan keuangan dalam satu sistem terintegrasi.
Guru-guru yang awalnya ragu, kini terbantu dengan kemudahan menyusun materi lewat software-sekolah-4.0 yang mendukung pembelajaran interaktif dan berbasis data. Kegiatan administratif yang tadinya manual dan memakan waktu, kini lebih efisien berkat administrasi-sekolah-online.
Namun bukan hanya itu. Pak Surya percaya, sekolah tidak hanya tentang teknologi, tapi juga tentang impian. Karena itu, ia mulai mengintegrasikan program Dream Maker ke dalam sistem sekolahnya.
Di sinilah kekuatan sesungguhnya muncul.
Di saat banyak siswa cemas dengan masa depan, ragu untuk bermimpi karena tekanan ekonomi keluarga, atau kehilangan arah karena lingkungan yang penuh tuntutan, Pak Surya menyadari: sekolah harus kembali menjadi tempat membesarkan impian.
Program Dream Maker tidak hanya mengajarkan anak untuk menulis cita-cita di atas kertas. Tapi menghidupkannya. Anak-anak diajak mengenal potensi diri, merancang masa depan mereka sendiri, dan memanfaatkan teknologi untuk mencapainya.
Manajemen-sekolah-digital yang terhubung dengan pendekatan holistik seperti Dream Maker, menciptakan sinergi yang tak bisa diremehkan. Bukan hanya sekadar mengikuti arus teknologi, tapi memimpin perubahan mindset di lingkungan pendidikan.
Dalam kondisi ekonomi yang serba tak pasti, satu hal yang pasti adalah: kita tidak bisa membiarkan sekolah kehilangan fungsinya sebagai rumah impian anak-anak bangsa.
Tekanan biaya operasional bisa disiasati dengan efisiensi sistem digital. Kecemasan guru dan siswa bisa dikurangi dengan sistem kerja yang lebih ringan dan fleksibel. Tapi semangat dan arah hidup siswa hanya bisa dibentuk lewat lingkungan sekolah yang sadar bahwa masa depan tidak dibentuk oleh nilai semata, tapi oleh keberanian bermimpi besar.
Kini, setiap kali Pak Surya ditanya, “Bagaimana sekolah bisa bertahan di tengah gejolak ekonomi?”
Ia menjawab singkat,
“Kami tak hanya punya sistem, kami punya arah. Anak-anak kami tidak hanya belajar, mereka sedang mempersiapkan masa depan.”