Bu Retno, guru kelas 5 SD, duduk termenung di ruang guru. Tumpukan kertas nilai di sebelahnya belum disentuh sejak pagi, sementara WA dari wali murid terus berdenting. Di luar, anak-anak berlarian. Tapi di dalam, beliau merasa makin sesak.
“Kalau begini terus, bisa-bisa ikut tren #KaburAjaDulu beneran,” gumamnya pelan.
Belakangan ini, tagar itu memang sering muncul di media sosial. Banyak orang — termasuk guru — mulai merasa putus asa dengan sistem kerja yang bikin lelah tapi tak memberi ruang tumbuh. Gaji tak naik, beban bertambah, dan semua dituntut selesai… dengan tangan sendiri.
Tapi kisah Bu Retno berubah ketika sekolahnya memutuskan pakai sistem-informasi-sekolah dari Kamadeva: SISKO.
Dulu, Bu Retno harus lembur tiap kali akhir semester. Input nilai manual, rekap absen, cetak raport. Bahkan laporan ke kepala sekolah dikerjakan malam-malam setelah anaknya tidur. Tapi setelah SISKO diterapkan, semua berubah.
“Sekarang saya bisa input nilai dari rumah, langsung ke sistem. Wali murid pun bisa pantau perkembangan anak lewat aplikasi,” katanya dengan mata berbinar.
Inilah kekuatan software-sekolah-4.0 — bukan sekadar aplikasi, tapi penyelamat waktu dan energi.
Banyak guru takut digitalisasi karena merasa ribet dan bikin tambah stres. Tapi dengan manajemen-sekolah-digital seperti SISKO, semuanya terasa dirancang khusus untuk memudahkan, bukan mempersulit.
Presensi? Tinggal klik. Nilai siswa? Otomatis rekap. Laporan BOS? Langsung tersedia. Bahkan untuk urusan administrasi-sekolah-online yang rumit sekalipun, semua bisa diatur dari satu platform.
Guru bukan robot. Kita punya hak untuk menikmati waktu luang, punya waktu untuk keluarga, bahkan punya kesempatan upgrade skill. Sayangnya, kalau semua tenaga terkuras untuk administrasi manual, kapan bisa berkembang?
Digitalisasi bukan berarti mengganti peran guru. Justru, aplikasi administrasi sekolah seperti SISKO mengembalikan esensi guru: mendidik, membimbing, dan menginspirasi.
Untuk Bu Retno dan banyak guru lainnya, transformasi digital bukan sekadar tren. Ini adalah kebutuhan.
Daripada ikut tren “kabur” karena lelah dengan sistem, kenapa nggak ubah sistemnya? Dengan aplikasi sekolah terintegrasi, guru bisa lebih tenang, staf lebih efisien, dan sekolah lebih berkualitas.
Karena kadang, perubahan itu nggak harus besar. Cukup mulai dari satu keputusan bijak: berani mencoba teknologi yang benar-benar bantu pekerjaan jadi lebih ringan.