“Pak, semua pengeluaran harus dievaluasi. Efisiensi jadi prioritas tahun ini.”
Kalimat itu menghantam ruang rapat pagi itu. Kepala sekolah, bendahara yayasan, hingga TU hanya saling pandang. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 baru saja diumumkan: anggaran nasional dipotong Rp306,69 triliun. Termasuk untuk sektor pendidikan.
Sebagian mulai mengeluh, “Apa kita masih bisa jalan seperti biasa?”
Tapi Pak Slamet, kepala SD Muhammadiyah Purwodiningratan, hanya tersenyum. “Kita sudah mulai 3 tahun lebih awal. Kita siap.”
Dulu, sekolah ini tidak jauh beda dari kebanyakan. Absensi masih manual. Nilai siswa ditulis tangan, lalu diinput ulang. Pelaporan keuangan? Serba bolak-balik. Tiap tahun ajaran baru selalu ada yang tertinggal, bahkan hilang.
Hingga akhirnya, mereka memutuskan berubah.
Di tahun ketiga sejak memakai software sekolah 4.0 bernama SISKO, perubahan terasa luar biasa. Semua data siswa tersimpan otomatis. Jadwal, nilai, presensi, hingga laporan keuangan — satu pintu, satu platform. Bahkan wali murid pun bisa pantau dari rumah.
Dalam era pemangkasan, sekolah yang masih bertahan dengan cara konvensional justru lebih boros. Biaya tersembunyi dari kesalahan manusia, lembur tak perlu, dan sistem yang lambat, membuat sekolah kehilangan lebih dari sekadar waktu.
Justru lewat sistem informasi sekolah seperti SISKO, kepala sekolah bisa mengambil keputusan lebih cepat. Laporan langsung diakses, tidak perlu menunggu print-out manual dari TU. Bahkan untuk hal-hal sensitif seperti rekap keuangan, integrasi dengan administrasi sekolah online membuat semuanya transparan.
Dan jangan lupa: dunia bisa berubah seketika — seperti saat pandemi lalu. Sekolah yang sudah mengadopsi manajemen sekolah digital tetap bisa bergerak, mengajar, bahkan evaluasi daring, tanpa panik.
“Kami sadar, transformasi itu bukan soal punya teknologi… tapi soal mentalitas untuk berubah.” — Pak Gintoro
SISKO bukan hanya software. Ini adalah culture change dalam tubuh sekolah.
Dengan fitur-fitur lengkap dalam satu aplikasi sekolah terintegrasi, SISKO menjadi sahabat strategis sekolah-sekolah yang ingin efisiensi tanpa kehilangan kualitas.
Pemangkasan anggaran bisa jadi badai, atau justru angin untuk melaju lebih cepat.
Sekolah Anda tidak perlu sempurna untuk memulai. Tapi harus memulai untuk jadi lebih baik.
Jika SD Muhammadiyah Purwodiningratan bisa memulainya dari 3 tahun lalu,
bukankah sekarang giliran sekolah Anda?
Ingat, yang bertahan bukan yang paling besar.
Tapi yang paling cepat beradaptasi.